Rumah Kaki Seribu
Rumah Kaki Seribu adalah salah satu jenis rumah khas Suku Besar Arfak yang ada di Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf). Orang asli suku besar arfak menyebutnya Igkojey (suku Hatam), Tumisen (suku Sougb), Mod Aki Aksa. Jika dilihat dari bentuknya, Rumah Kaki Seribu tidak memiliki perbedaan signifikan dengan model rumah panggung yang sering kita temui. Yang khas dari rumah kaki seribu adalah struktur tiang, dan dinding yang lebih rapat dan kokoh. Tiang rumah hampir terdapat pada seluruh bagian bawah rumah, baik tiang yang berdiri tegak (vertikal) maupun diagonal (miring).
Demikian halnya dengan dinding rumah yang dibuat tidak biasa. Dinding dapat dibuat dari kulit kayu, papan, yang kemudian diapit dengan kayu yang saling menyilang (vertikal/horizontal). selain itu struktur rumah tidak dilengkapi dengan jendela baik di bagian depan maupun samping rumah. Akses keluar masuk rumah h anya tersedia satu atau dua Pintu. Atap rumah terbuat dari alang-alang atau jenis rumput-rumputan yang disusun mengikuti struktur rangka rumah.
Struktur/desain Rumah Kaki Seribu seperti yang dimaksudkan di atas dibuat bukan tanpa maksud/tujuan. rumah yang memiliki tiang yang banyak, dinding yang rapat serta tidak memiliki jendela sehingga terkesan tertutup dimaksudkan untuk menjaga atau menghindarkan anggota keluarga yang menghuni rumah dari serangan binatang buas atau suhu yang dingin. Tidak mengherankan, di bagian salah satu sisi bagian dalam rumah terdapat tungku perapian yang selalu dinyalakan. selain berfungsi untuk memasak juga difungsi sebagai perapian mengurangi suhu dingin ketika malam.
Saat ini,sudah sulit kita menemukan rumah kaki seribu di sekitar daerah perkotaan atau pinggiran. Masyarakat asli yang memiliki entitas budaya ini sudah banyak yang menghuni rumah-rumah standar (umum) dan tidak mencirikan entitas tersebut. Di Kabupaten Pegunungan Arfak, Rumah Kaki seribu masih banyak kita temuiwalaupun telah dilakukan beberapa modifikasi bahan seperti atap telah banyak menggunakan seng.
Pergeseran nilai dan entitas ini tentu mesti mendapat perhatian serius baik dari pemerintah khususnya dinas terkait, pegiat budaya, maupun tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat (kepala suku) di wilayah tersebut, agar kekayaan budaya berupa Rumah Kaki Seribu dapat terus dilertarikan keberadaanya.